arahnegeri.id – Fiki Bahta. Jangan bungkus kepentingan dagang dengan bahasa negara. Jangan halalkan perusakan alam dengan narasi “keseimbangan”, seolah tambang dan pelestarian bisa berdampingan seperti doa dan peluru dalam satu laci. Jum’at (06/06/2025)
Ketika Menteri Lingkungan menyebut bahwa membiarkan Raja Ampat tetap suci adalah bentuk “penonton kekayaan sendiri,” kami justru bertanya balik sejak kapan menjaga warisan leluhur dan ekologi bangsa menjadi tindakan pasif? Apakah keteguhan menjaga lebih rendah nilainya dari kesibukan menggali?
Apakah seluruh ketakutan rakyat hanya dianggap sebagai “romantisme lingkungan”? Lalu, apa nama dari pembenaran yang menyamarkan eksploitasi sebagai strategi nasional? Apakah itu bukan romantisme kekuasaan yang tak mau mengakui kerakusannya sendiri?
Dan ketika Seskab berkata bahwa negara tidak boleh hanya menjadi penjaga estetika maka kami jawab estetika Raja Ampat bukan hiasan, itu nyawa. Lautnya bukan lukisan. Hutannya bukan wallpaper. Semua itu adalah sistem kehidupan yang menopang pangan, iklim, dan spiritualitas. Bukan objek riset. Bukan komoditas.
Fiki bahta, Mereka berbicara tentang kemiskinan seolah tambang nikel adalah jawabannya. Padahal sejarah sudah mencatat ribuan kali di mana ada tambang, di sana ada konflik, pencemaran, dan sisa-sisa janji yang membusuk. Di sana ada masyarakat yang kehilangan tanah, hutan, dan masa depan. Jika kemiskinan adalah penyakit, tambang adalah obat palsu yang datang bersama racunnya sendiri.
Jangan bicara “kajian lingkungan ketat” jika yang diselamatkan hanya data, bukan tanah yang diinjak. Jangan pamer kata “hilirisasi” kalau ujungnya tetap menjual bumi untuk listrik negara lain, sementara rakyat di dekat tambang bahkan belum punya penerangan yang layak.
Raja Ampat bukan “museum mati”. Ia adalah tubuh hidup. Tapi justru tubuh itulah yang kini kalian iris demi memahat patung kemajuan yang palsu. Dan jika negara terus memaksa, maka jangan salahkan rakyat bila mereka memilih berdiri sebagai perisai terakhir karena ketika negara berpaling, rakyatlah yang menjadi negara itu sendiri.