Menu

Mode Gelap

Opini

Fiki Bahta : Negara Pelacur Tambang, Sejarah yang Diperkosa Kekuasaan

badge-check


					Fiki Bahta : Negara Pelacur Tambang, Sejarah yang Diperkosa Kekuasaan Perbesar

arahnegeri.id Fiki Bahta. Hari ini, negara berdiri bukan sebagai ibu bagi rakyat, melainkan pelacur kelas elit yang menjajakan tubuh bumi demi kepuasan para cukong tambang. Mereka yang duduk di singgasana kekuasaan telah menukar kehormatan republik dengan setumpuk kontrak investasi.
Dan dengan bangganya, mereka menyebut itu sebagai “pembangunan.”

Tanah air dijual, rakyat diusir, leluhur diludahi. Siapa yang sesungguhnya menjajah negeri ini kalau bukan pemerintah sendiri?

Mereka menggali perut bumi tapi menutup mata pada luka masyarakat. Mereka membangun smelter tapi menghancurkan hutan keramat. Mereka menyebut ini “strategis nasional,” padahal hanya nama lain dari pemerkosaan berjamaah atas tanah leluhur.

Laporan WALHI 2024 menyebut:
1. 92% konflik agraria di Indonesia berakar dari industri ekstraktif. 2. Tambang bukan mengangkat martabat bangsa, tapi meninggalkan lubang kemiskinan dan kematian. 3. Lebih dari 2.000 orang kehilangan tempat tinggal akibat tambang sementara pejabatnya justru duduk di kursi komisaris.

Negara tidak lagi dikuasai oleh konstitusi. Ia telah dibajak oleh mereka yang tidak pernah merasa cukup. Oligarki telah menanamkan kukunya dalam jantung birokrasi. Dan para penguasa dengan senyum manisnya di layar TV adalah boneka tambang yang bergerak sesuai irama uang.Tegasnya

Ini bukan sekadar pengkhianatan ini penggalan kisah busuk dari elite yang sudah kehilangan malu.
Mereka tidak membangun negeri,
mereka sedang menggali kuburan sejarah,
dan menanam generasi mendatang di dalamnya hidup-hidup.

Dalam falsafah kebudayaan, tanah adalah roh. Tapi di tangan penguasa hari ini, roh itu dijual ke investor dengan diskon pajak dan pengamanan aparat. Nilai-nilai dijadikan brosur, budaya dijadikan gimmick, dan rakyat dijadikan penghalang yang harus disingkirkan.

Mereka bangga mengangkat telepon para investor, tapi menutup telinga dari jerit ibu-ibu yang mempertahankan ladangnya. Mereka hormat pada bendera, tapi menginjak-injak tanah tempat bendera itu ditancapkan.

Sialnya: semua ini dilakukan dengan payung hukum, dengan pidato nasionalisme, dan dengan logo garuda di dada.

Jika negara terus berdiri di sisi para perampok, maka rakyat punya hak penuh untuk menyebut negara sebagai komplotan perampok itu sendiri.

Baca Lainnya

Babak Baru PT Kenali Indah Sejahtera: Dugaan Bekingan Oknum Brimob dan Praktik Penjualan Limbah B3 Ilegal

10 Juli 2025 - 11:23 WIB

Operasi Tanpa Cold Storage, PT KIS Terancam Pidana: RSUD Raden Mattaher Ikut Terseret?

9 Juli 2025 - 12:42 WIB

Wakil Ketua Tim Pemenangan ARB Nazar Bantah Berita Oknum Nakal Mengatasnamakan TIM Yang Meminta Uang Dengan Janji Proyek

9 Juli 2025 - 10:37 WIB

Diduga Cemari Lingkungan dan Langgar Hukum, PT KIS Dikepung Tuntutan Mahasiswa

8 Juli 2025 - 16:20 WIB

Lapas Kelas IIA Jambi Gagalkan Upaya Penyelundupan Narkoba

5 Juli 2025 - 16:01 WIB

Trending di Hukrim