Arahnegeri.id – Raja Ampat, 30 Mei 2025 –
Ketika Surga Diinjak dengan Sepatu Besi
Fiki Bahta
Raja Ampat bukan sekedar gugusan pulau,
ia adalah puisi Tuhan yang ditulis dengan warna karang,
nyanyian burung endemik, dan tarian arus laut yang menghidupi dunia.
Lautnya adalah kitab kehidupan.
Daratan dan bawah airnya adalah laboratorium semesta di mana jutaan spesies lahir,
tumbuh, dan menjaga keseimbangan bumi.
Tapi kini, surga itu digoda dengan janji tambang.
Datanglah investor, berlindung di balik kata pembangunan dan lapangan kerja,
namun membawa cakar yang mengoyak tanpa peduli luka.
Hegemoni modal mulai menebas sunyi,
menebar peta-peta konsesi di atas tanah adat,
mengukur laut bukan dengan nilai ekologi,
tapi dengan tonase,
berapa miliar yang bisa dikuras sebelum hancur.
Mereka bicara tentang kemajuan.
Tapi tak satupun menjelaskan:
berapa karang yang mati saat kapal tambang bersandar?
berapa spesies yang hilang saat hutan bakau dibabat?
berapa generasi Papua yang akan tumbuh tanpa tahu suara cendrawasih?
Raja Ampat bukan ruang kosong.
Ia hidup. Ia bernapas. Ia sakral.
Dan setiap lubang tambang di tubuhnya adalah luka pada wajah kemanusiaan itu sendiri.
Yang lebih menyakitkan adalah ini:
Negara yang seharusnya jadi penjaga malah membuka pintu bagi perampok,
menyebut investasi atas nama kemajuan,
padahal yang mereka kejar hanyalah dividen, bukan keberlanjutan.
Kita tidak sedang melawan tambang, kita sedang membela kehidupan.
Flora dan fauna di Raja Ampat bukan milik Papua semata.
Ia adalah warisan dunia, dan amanah langit.
Jika surga bisa dijual,
maka yang kita tinggalkan bukan pembangunan,
melainkan kehancuran yang dicat dengan propaganda.