Arahnegeri, Jambi – Pernyataan Gubernur Jambi Al Haris yang menyasar ASN sebagai bagian dari lonjakan kasus judi online (judol) di Provinsi Jambi menuai kritik tajam. Alih-alih menyusun langkah sistemik, Al Haris dinilai hanya melempar tanggung jawab kepada aparatur sipil negara tanpa mengakui kegagalan pengawasan dan edukasi dari pemerintahannya sendiri.
Dalam apel perdana pasca-libur Lebaran 1446 H, Al Haris menyebut akan melacak transaksi keuangan para ASN untuk memburu pelaku judol. Namun langkah ini dinilai reaktif, parsial, dan menimbulkan kesan bahwa pemerintah tidak memiliki strategi menyeluruh dalam memberantas praktik judi online yang telah merambah hingga ke anak usia sekolah.
“Jangan sampai ASN dijadikan kambing hitam. Kalau data Kapolri menunjukkan Jambi tertinggi dalam judol, itu artinya sistem pengawasan dan edukasi publik yang selama ini dijalankan oleh Pemprov lemah dan tidak efektif,” kata Aktivis Mahasiswa UNJA Alexsanjes
Menurut Alex, alih-alih hanya mengejar ASN, Pemprov Jambi semestinya mengevaluasi seluruh pendekatan yang selama ini dijalankan termasuk kerja Dinas Kominfo dan Dinas Pendidikan yang gagal mengedukasi masyarakat digital.
Pernyataan Al Haris yang menyebut bahwa pelaku judol mayoritas adalah anak usia 10–20 tahun juga menimbulkan pertanyaan serius mengenai peran pemerintah dalam mengatur dan membatasi akses digital bagi anak-anak.
“Kalau anak SMP dan SMA bisa dengan mudah akses situs atau aplikasi judol, itu artinya pengawasan digital kita amburadul. Ini bukan sekadar soal moral ASN, ini soal kegagalan sistemik,” tambah Alex.
Langkah Pemprov Jambi yang disebut akan menelusuri transaksi rekening ASN juga dikritik sebagai bentuk pelanggaran terhadap asas praduga tak bersalah dan potensi penyalahgunaan wewenang.
Sementara itu, mahasiswa UNJA prodi Ilmu Politik, Ludwig Syarif , menilai pernyataan gubernur terlalu tendensius dan justru dapat menimbulkan ketakutan serta merusak citra ASN di mata publik.
“Kalau memang serius ingin memberantas judol, gubernur harus bicara soal regulasi, edukasi, kerja sama lintas sektor, bukan sekadar ancam-ancam ASN. Jangan pakai data untuk saling tunjuk. Ini harus jadi momen evaluasi, bukan saling salahkan,” tegasnya.
Pemberantasan judi online di Jambi tidak bisa berhenti pada upaya reaktif dan retorika ancaman. Dibutuhkan pendekatan holistik yang menyentuh akar persoalan, bukan sekadar mencari kambing hitam atas kegagalan tata kelola digital di daerah.