Menu

Mode Gelap

Opini

Mencari Penghidupan Sebenggol Sehari Dibumi Melayu Jambi

badge-check


					Mencari Penghidupan Sebenggol Sehari Dibumi Melayu Jambi Perbesar

Bisa diungkapkan bahwa Jambi adalah tanah serpihan dari surga, mungkin juga kita sering mendengar ungkapan “apo yang dak ado dijambi”diartikan “apa yang tidak ada dijambi” itulah ungkapan yang ditunjukan untuk menggambarkan kekayaan yang ada diprovinsi Jambi.

Namun, dalam kenyataannya kekayaan alam jambi tidak dibarengi dengan keadaan manusia yang hidup diatasnya. Masih banyak masyarakat jambi yang masih belum mampu untuk menunjang kehidupan sehari-harinya diprovinsi
jambi.

Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) juga disebutkan lebih dari 272.200 rakyat jambi berada dijurang kemiskinan per maret 2023-september 2024 dengan garis kemiskinan sebesar Rp.658.100.

dalam proses perhitungan BPS untuk menentukan seseorang dikatakan miskin atau tidak adalah menggunakan metode Basic Needs Approve atau pemenuhan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh rumah tangga baik makan maupun non makan yang tidak dipenuhi sehingga diasumsikan kemiskinan.

Kita akan teringat kepada tulisan Soekarno di Majalah Fikiran Ra’jat No. 21, 18 November 1932. Dalam majalah yang dipimpinnya itu, yang dimaksudkan sebagai alat pendidikan bagi kaum Marhaen, Soekarno menulis artikel berjudul, Orang Indonesia Tjoekoep Nafkahnja Sebenggol Sehari?.

Tulisan itu penuh kemarahan, kemarahan seorang pemimpin sekaligus seorang anak bangsa yang tidak terima manusia sebangsanya dihinakan oleh pejabatnya Direktur Binnenlandsch Bestuur (BB), atau semacam Menteri Dalam Negeri saat ini, apalagi oleh seorang pejabat pemerintahan kolonial yang berkata ”ternyata, bahwa kini satu orang yang dewasa bisa cukup dengan makan
sebenggol sehari”.

Jika Sebenggol sehari yang diartikan sebagai hanya cukup makan untuk satu hari yang dijadikan acuan penentuan kaum miskin dan apabila mampu menunjang kebutuhan lain non-makanan dikatakan berkecukupan adalah sebuah kesalahan bepikir yang sangat fatal.

Seperti apa yang dituliskan bung karno pejabat tidak benar-benar memahami kondisi kaum marhaen. Pemerintah saat ini masih berpikir bahwa selama masih makan dan membeli baju berarti masih berkecukupan. Mereka tidak memahami antara cukup atau terpaksa cukup menjalani kehidupan yang demikian.

Jika kita berpandangan kaum miskin sebagaimana pandangan Bung Karno tentang kaum marhaen tentu kita lebih tahu betul siapa sebenarnya yang dikatakan miskin. Menurut Bung Karno Kaum Marhaen adalah kaum miskin yang tertindas oleh sistem yang menghisap, kaum miskin yang hanya bisa hidup dari hasil yang
dikerjakan untuk menghidupin kebutuhan sehari-hari tetapi jika ada kebutuhan lain kaum marhaen harus bekerja lebih dari pekerjaan sebelumnya.

Contoh sepasang suami istri yang dimana sisuami seorang kepala keluarga yang bekerja sebagai petani dan penghasilannya cukup untuk membeli makanan sehari-hari atau memenuhi kebutuhan primer.

Ketika suami istri tersebut memiliki anak yang kemudian akan tumbuh besar dan harus sekolah sipetani akan mencari pekerjaan tambahan untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Jika ada kebutuhan lain seperti tiba-tiba anggota keluarganya sakit maka sisuami harus meningkatkan pekerjaannya kembali begitupun seterunya.

Pandangan Bung Karno untuk melihat siapa si miskin yang disebut kaum marhaen ini sangat-sangat dibutuhkan pejabat untuk memang betul-betul memahami kondisi rakyatnya. Dan agar pemerintah mampu memahami kata
antara cukup atau terpaksa cukup.

Dengan kekayaan alam jambi yang begitu melimpah namun jika rakyatnya masih tidak mampu memenuhi kebutuhannya maka percayalah kita benar-benar belum merdeka.

 

Penulis: Leni Yuliana Rusadi (Sarinah DPC GMNI Jambi)

Baca Lainnya

Ketika Kekuasaan Menindas, Siapa Membela Rakyat?

30 Mei 2025 - 21:03 WIB

Raja Ampat: Ketika Surga Diinjak dengan Sepatu Besi

30 Mei 2025 - 05:46 WIB

Dua Film Penting yang Mengusik Dosa Negara

29 Mei 2025 - 12:51 WIB

Jangan Korbankan Nyawa Warga Demi PAD dan Janji Pembangunan Semu

19 April 2025 - 13:45 WIB

Semangat Revitalisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Jambi

1 Februari 2025 - 12:12 WIB

Trending di Opini