Arahnegeri.id – Jakarta, Kamis 28 Mei 2025 – Indonesia tengah dihadapkan pada momen penting melalui tayangnya dua film yang mengungkap pelanggaran hak asasi manusia (HAM) besar di masa lalu: Pengepungan di Bukit Duri dan Pembantaian Dukun Santet.
Keduanya mengangkat kasus yang sudah lama terlupakan namun masih menyisakan luka mendalam dalam sejarah bangsa, yaitu Kerusuhan Mei 1998 dan Peristiwa Banyuwangi 1998.
Kerusuhan Mei 98, yang mengakibatkan banyak korban jiwa dan kerusakan besar, telah diakui oleh Presiden Jokowi sebagai salah satu pelanggaran HAM berat. Begitu pula dengan Peristiwa Banyuwangi, yang tidak kalah kelam, di mana ribuan orang menjadi korban kekerasan yang terjadi dengan latar belakang ketegangan politik dan etnis.
Keberanian para pembuat film ini untuk mengangkat kedua peristiwa tragis tersebut adalah sebuah langkah penting dalam upaya membuka tabir kebenaran yang selama ini ditutupi.
Namun, apa yang selama ini ditutupi dan dilupakan oleh sebagian besar publik Indonesia? Apakah negara akan terus menutup mata terhadap fakta sejarah yang menyakitkan ini?
Pengepungan di Bukit Duri menyentuh langsung pada kerusuhan Mei 98, menggambarkan ketegangan sosial yang terjadi di Jakarta, sementara Pembantaian Dukun Santet mengungkap kekerasan terhadap para dukun yang dituduh melakukan santet di Banyuwangi. Kedua film ini mengajak kita untuk menatap kembali masa lalu dan merenungkan kenyataan pahit yang terjadi di tengah ketidakadilan yang meluas.
Sebagai warga negara yang sadar, kita tidak bisa lagi diam. Ini adalah saatnya untuk memaksa negara membuka kembali kasus-kasus pelanggaran HAM yang sudah lama terlupakan. Jangan biarkan kebenaran terus terkubur di bawah keheningan. Film-film ini bukan sekadar hiburan, tetapi sebuah panggilan bagi kita semua untuk bertanya: Siapa yang diuntungkan dengan dilupakan-nya tragedi ini?
Jangan biarkan sejarah yang terlupakan ini terus berulang, tanpa adanya keadilan bagi Epara korban. Sudah saatnya kita meminta pemerintah untuk mengungkapkan kebenaran, membawa para pelaku ke pengadilan, dan memberikan hak-hak yang telah dirampas kepada para korban.
Dengan menonton film-film ini, kita tidak hanya melihat rekonstruksi fiksi sejarah. Kita melihat kenyataan yang terlupakan yang harus kita hadapi. Ini adalah saat yang tepat untuk membuka diskusi publik, mendorong pemerintah untuk bertindak, dan menuntut keadilan bagi mereka yang telah lama menderita akibat tindakan kejam yang terjadi pada Mei 1998 dan Banyuwangi 1998.
Oleh: Esteria Tamba ( penulis/aktivis)