Arahnegeri, Jambi, 31 Mei 2025 – Di negeri yang katanya merdeka ini, suara rakyat justru makin sayup terdengar. Demokrasi yang dulu diperjuangkan dengan darah dan air mata telah menjelma menjadi topeng yang menutupi wajah tirani. Kekuasaan kini tak lagi dipertanggungjawabkan kepada rakyat, melainkan kepada kepentingan segelintir elite yang tak pernah cukup menimbun kuasa dan kekayaan.
Tirani tidak selalu datang dalam rupa diktator yang memegang senjata. Di zaman modern ini, ia bisa datang dalam bentuk sistem yang membungkam suara kritis dengan dalih stabilitas, mengontrol media dengan alasan keamanan, dan memanipulasi hukum demi melanggengkan kekuasaan. Rakyat dipaksa percaya bahwa semua demi kebaikan bersama, padahal yang diuntungkan hanyalah mereka yang berada di singgasana kuasa.
Lihatlah bagaimana kekuasaan hari ini membentuk oligarki yang nyaris tak tersentuh. Siapa yang berani berbeda akan dicap makar, siapa yang menyuarakan keadilan akan dibungkam. Mahasiswa ditangkap, buruh diabaikan, petani digusur, nelayan kehilangan lautnya. Tirani hadir dalam keseharian kita, tanpa kita sadari atau mungkin, tanpa kita punya daya untuk melawan.
Rakyat pun akhirnya jadi korban kepentingan elit dimana para elit itu sendiri selalu bersembunyi dibalik sucinya dan wanginya bendera Merah Putih.
Bung Karno pernah mengingatkan bahwa revolusi bukanlah tujuan, melainkan jalan untuk membebaskan manusia dari segala bentuk penindasan. Namun kini, kata revolusi itu sendiri seolah dikubur dalam museum sejarah. Padahal, semangat untuk membebaskan rakyat dari belenggu tirani adalah tugas yang tak pernah usai.
Sudah saatnya kita bicara. Sudah saatnya kita sadar bahwa diam adalah bentuk tunduk. Dalam setiap hembusan nafas rakyat tertindas, ada harapan akan kebebasan yang sejati. Bukan kebebasan semu yang hanya menghiasi baliho dan pidato, tapi kebebasan yang membuat manusia benar-benar merdeka dalam berpikir, bersuara, dan menentukan nasibnya sendiri.
Kita mungkin tidak bisa langsung meruntuhkan tembok tirani. Tapi kita bisa mulai menggoreskannya, dengan kata, dengan aksi, dengan keberanian untuk berdiri di sisi yang benar, meski dunia berpaling.
Satu-satunya jalan untuk menembus tembok tirani adalah dengan gerakan perlawanan.
Karena sejarah tak pernah berpihak pada penguasa lalim. Ia selalu mencatat keberanian orang-orang kecil yang berani bermimpi tentang keadilan.
Penulis: Alexsanjes Siallagan