Oleh : Dandi Bratanata. T
Arahnegeri – Saat ini kita sedang berada pada situasi dimana emosi atau keyakinan pribadi lebih dominan daripada fakta, di mana opini personal lebih berpengaruh daripada kebenaran objektif. Inilah “post-truth,” sebuah fenomena yang terjadi di era digital dan membawa dampak besar bagi demokrasi.
Apa itu post-truth? Sederhananya, ini adalah kondisi di mana fakta tidak lagi menjadi dasar utama dalam membentuk opini publik. Alih-alih fakta, emosi dan keyakinan pribadi menjadi lebih dominan. Ini menciptakan masalah serius bagi demokrasi, yang bergantung pada informasi yang akurat dan diskusi publik yang sehat.
Mari kita lihat beberapa dampaknya
Pertama, post-truth membuat informasi yang kita terima menjadi tidak dapat dipercaya. Di era media sosial, berita palsu dan hoaks menyebar dengan sangat cepat. Informasi yang menarik secara emosional sering kali lebih mudah dipercaya, meskipun tidak benar. Akibatnya, masyarakat menjadi lebih rentan terhadap disinformasi, yang bisa merusak proses pengambilan keputusan.
Kedua, post-truth merusak kepercayaan kita terhadap institusi. Ketika kita terus-menerus dibombardir dengan informasi yang salah, kita mulai meragukan media, pemerintah, dan bahkan ilmu pengetahuan. Ketidakpercayaan ini berbahaya bagi demokrasi, karena membuat kita sulit bersatu dalam menghadapi masalah-masalah penting.
Ketiga, post-truth mengganggu kemampuan kita untuk berdiskusi secara sehat. Demokrasi membutuhkan dialog yang konstruktif, di mana berbagai pandangan dapat disampaikan dan dipertimbangkan. Namun, ketika emosi dan keyakinan pribadi lebih dominan, diskusi sering kali berubah menjadi konflik yang tidak produktif. Alih-alih mencari solusi, kita malah terjebak dalam perdebatan yang tidak berfaedah.
Jadi, apa yang bisa kita lakukan? Edukasi adalah langkah pertama yang penting. Kita perlu meningkatkan literasi media, sehingga masyarakat bisa membedakan antara informasi yang benar dan yang tidak. Media juga harus lebih transparan dan akuntabel dalam menyajikan berita. Platform teknologi memiliki tanggung jawab besar untuk menyaring dan mengurangi penyebaran hoaks.
Selain itu, kita harus membangun kembali kepercayaan terhadap institusi. Ini membutuhkan usaha bersama dari pemerintah, media, dan masyarakat. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas, sehingga kita bisa kembali mempercayai informasi yang kita terima.
Terakhir, kita harus mengedepankan dialog yang konstruktif. Demokrasi yang sehat membutuhkan diskusi yang didasarkan pada fakta dan rasa saling menghormati. Mari kita berusaha untuk mendengarkan dan memahami pandangan orang lain, meskipun berbeda dengan keyakinan kita sendiri.
Dalam dunia yang semakin kompleks ini, menjaga kebenaran adalah tugas kita bersama. Post-truth mungkin menjadi tantangan besar, tetapi dengan semangat kolektif dan komitmen akan kebenaran, kita bisa melindungi dan memperkuat demokrasi kita. Mari kita bersama-sama menjaga integritas informasi demi masa depan yang lebih baik.