Di Antara Surga Alam dan Neraka Nikel
Oleh : Fiki Bahta
Raja Ampat bukan sekadar gugusan pulau,
ia adalah warisan alam—surgawi dalam rupa dan ruh.
Tapi kini, atas nama investasi,
tanah yang suci itu mulai dilubangi dengan restu legalitas.
Mereka menyebutnya “legal mining”,
seakan tambang yang sah secara hukum bisa menambal robeknya moral dan akal sehat.
Padahal yang dirampas bukan hanya isi perut bumi,
tapi juga napas masyarakat adat,
yang selama ini hidup berdamai dengan hutan dan laut.
Batu nikel diangkut,
sementara air bersih mengering.
Anak-anak kehilangan tempat berenang,
dan nelayan kehilangan tempat menangkap harapan.
Legal, ya.
Tapi adakah yang peduli bahwa yang legal belum tentu bermoral?
Adakah yang berpikir bahwa di balik tiap konsesi tambang,
ada sejarah yang dilindas,
adat yang direduksi jadi “kendala investasi,”
dan flora-fauna endemik yang tak bisa dibeli kembali dengan royalti?
Hutan digunduli,
sungai dikeruhkan,
dan masyarakat hanya diberi sisa:
debu, air beracun, dan janji CSR yang kedaluwarsa.